Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah rilis data inflasi AS rupiah terpantau lanjut menguat. Kini pelaku pasar menantikan sejumlah data dari China yang harapannya bisa menjadi pemanis lanjutan bagi mata uang Garuda.
Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,66% di angka Rp15.920/US$ pada Kamis (16/5/2024). Penguatan rupiah ini melanjutkan apresiasi kemarin (15/5/2024) sebesar 0,4%.
U.S. Bureau of Labor Statistics mengumumkan data inflasi konsumen AS tercatat 3,4% secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2024. Tingkat kenaikan harga konsumen AS setara dengan perkiraan konsensus Trading Economics sebesar 3,4%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding periode Maret 2024 sebesar 3,5%.
Secara bulanan, inflasi AS ada di angka 0,3% pada April 2024, atau melandai dibandingkan Maret yang tercatat 0,4%.
Inflasi inti di luar harga energi dan pangan melandai ke 3,6% (yoy) pada April 2024, dari 3,8% (yoy) pada Maret 2024. Secara bulanan, inflasi inti melandai ke 0,3% pada April 2024 dari 0,4% pada Maret 2024.
Perlambatan inflasi dan stagnasi penjualan ritel menandakan perlambatan dalam permintaan domestik, yang sejalan dengan tujuan Fed untuk mencapai “soft-landing” bagi ekonomi.
Survei perangkat CME FedWatch Tool juga menunjukkan bahwa probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed berpotensi terjadi sebanyak dua kali dengan total 50 basis poin (bps).
Hal ini menjadi angin segar bagi pasar keuangan domestik mengingat jika hal tersebut benar terjadi, maka tekanan terhadap rupiah akan semakin minim.
Beralih ke hari ini, Jumat (17/5/2024) akan ada sejumlah rilis data China, jika hasilnya melampaui ekspektasi, harapannya bisa menjadi pendorong penguatan lanjutan bagi rupiah.
Melansir Trading Economics, produksi industri China periode April diperkirakan konsensus akan meningkat menjadi 5,5% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 4,5%.
Produksi industri China tumbuh sebesar 4,5% periode Maret, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 7% pada periode Januari-Februari dan di bawah perkiraan pasar sebesar 5,4%.
China juga akan merilis data penting lain yaitu penjualan ritel periode April. Melansir Trading Economics, konsensus memperkirakan penjualan ritel meningkat menjadi 3,8% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 3,1%.
Produksi industri dan penjualan ritel apabila meningkat sesuai ekspektasi, harapannya menjadi gairah positif bagi pasar keuangan RI. Mengingat, Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar yang punya dampak besar terhadap ekonomi RI.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah kini sudah mulai berbalik arah menguat dari tren sideways beberapa hari. Ini berkat penguatan signifikan yang terjadi pada kemarin, Kamis (16/5/2024).
Apabila penguatan berlanjut, rupiah potensi menguji Rp15.840/US$ yang diambil dari garis lurus berdasarkan low candle intraday pada 5 April 2024.
Meski begitu, pelaku pasar patut mengantisipasi jika ada pembalikan arah melemah dengan mencermati resistance terdekat. Setidaknya ada dua resistance yang perlu diantisipasi lantaran penguatan kemarin membentuk suatu gap down.
Resistance paling dekat di Rp15.970/US$ yang diambil dari low candle intraday 6 Mei 2024, bisa ini tertembus ke atas, ada potensi menguji resistance selanjutnya ke posisi sebelum terjadi gap down di Rp16.025/US$ yang diambil dari low candle intraday 15 Mei 2024.
Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS
|
CNBC INDONESIA RESEARCH
Artikel Selanjutnya
AS & China Ogah Kasih Kabar Baik, Rupiah Stagnan
(tsn/tsn)