Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (25/4/2024), setelah kejutan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuannya dan di luar ekspektasi pasar.
Pada akhir perdagangan, IHSG ditutup melemah 0,27% ke posisi 7.155,29. IHSG pun masih bertahan di zona psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai Rp 14,5 triliun dengan volume transaksi mencapai 27 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 208 saham naik, 338 saham turun, dan 235 saham stagnan.
Terpantau beberapa sektor menjadi penekan IHSG di akhir perdagangan, yakni transportasi yang mencapai 1,14%, energi sebesar 1,1%, dan bahan baku sebesar 1,04%.
Selain itu, beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada akhir perdagangan hari ini. Berikut daftarnya.
Empat saham perbankan raksasa menjadi penekan IHSG pada sesi I hari ini, dengan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi penekan terbesar yakni mencapai 12 indeks poin.
Investor di pasar saham RI masih menimbang dampak dari naikknya suku bunga acuan BI kemarin. Bahkan, saham perbankan yang seharusnya terdorong oleh sentimen kenaikan suku bunga, pada hari ini justru bergerak sebaliknya.
Sebelumnya, BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%, dari sebelumnya di level 6%. Ini menjadi kedua kalinya suku bunga dinaikkan sejak pandemi Covid-19. Adapun terakhir BI menaikkan suku bunga acuannya yakni pada Oktober 2023.
Kenaikan ini juga berbeda dengan hasil polling yang dihimpun oleh CNBC Indonesia Research dari 14 institusi yang menunjukkan sembilan di antaranya memproyeksi bahwa BI masih akan menahan suku bunga. Dari 14 institusi, hanya lima yang memperkirakan BI menaikkan suku bunga.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bp menjadi 6,25%,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers secara daring, Rabu (24/4/2024).
Perry Warjiyo menjelaskan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.
“Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya.
Meski suku bunga kembali dinaikkan, tetapi masih akan ada stimulus yang diberikan BI untuk menjaga daya tahan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu melalui kebijakan makroprudensial yang longgar.
Kebijakan makroprudensial longgar itu untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Artikel Selanjutnya
Habis Cetak Rekor IHSG Balik Lesu, Saham Ini Biang Keroknya
(chd/chd)